Monday, January 14, 2008

Pengakuan Dosa Kecoa Albino

Guys, pernah nggak lo bikin salah ke orang sampai dia luka batin dan trauma?
Sampai orang itu jadi susah tidur dan makan?
Gue pernah, dan nggak cuma sekali, tapi tiga kali berbuat dosa ke orang yang sama.
Here’s my list of sins:

KANTOR ARTERI PONDOK INDAH, pertengahan 2007
Saat itu Gagas cuma punya tiga karyawan: satu desainer (gue) dan dua editor. Yang satu namanya Denny dan satunya—korban gue—sebut saja Pen-Pen (hint: stick insect).
Abis lunch, seperti biasa gue langsung manteng di toilet. Byar byur.... Wes ewes.... Setelah sepuluh menit bersemedi, gue keluar. Sayup-sayup terdengar suara cewek. Aha, ini pasti Pen-Pen mo pis atau pup, tebak gue. Kok mo buang hajat kedengarannya ceria banget sih? Sakiiittt!
Dasar emang gue charming, niat iseng pun muncul (lha, hubungannya apa???). Gue mindik-mindik, lalu perlahan jongkok di balik tembok. Bersiap untuk ngagetin dia. Gue bernapas pakai teknik perut supaya nggak kedengeran.
Langkah kaki Pen-Pen yang ceking semakin terdengar. Krak..krek...krak...krek... kayak enggrang jalan sendiri. Gue narik napas dalam-dalam. Adrenalin bersirkulasi cepat di pembuluh darah gue. Seluruh otot di tubuh mengejang.
Tuuu.... Waaa.... DDDUUUAAARRRRRR.... Gue meloncat ke depan dengan jurus Harimau Nerkam.
“KECOAK ALBINOOOOOO!!!!” Pen-Pen teriak kaget setengah latah. Abis itu dia nggak bersuara. Mukanya pias. Mulutnya megap-megap. Kayaknya sih shock berat.
Si pelaku kejahatan cuma bisa duduk di lantai sambil megangin perut. Ngakak abis sampai nggak bisa bersuara.

KANTOR CIGANJUR, pertengahan 2007
Selepas Maghrib. Karyawan sudah banyak yang pulang. Gue yang lagi sibuk kerja, tiba-tiba diganggu HIV (Hasrat Ingin Vivis). Gue langsung cabs ke toilet di ruangan Gagas. Nggak ada satu pun anak Gagas. Tumben, kata gue dalam hati. I don’t care lah, mo pis dulu ah.
Selesai menunaikan tugas, gue duduk di kubikel Pen-Pen. Biasanya nih anak suka nyimpan makanan di meja. Siapa tau ada yang bisa dijarah hehehe.
“Jukiiii..., di mana lo?” Tiba-tiba terdengar teriakan Pen-pen. Wah, rejeki nomplok nih. Dapet korban malam-malam gini.
Gue memerosotkan diri dari bangku. Sekarang posisi gue jongkok di kolong meja. Bangku menghalangi punggung dan pantat gue yang bisa dikategorikan tepos. Kemudian terdengar suara langkah kaki Pen-Pen. Dia mengarah ke dalam ruangan.
Gue celingak-celinguk dan cek posisi. Mastiin nggak ada anggota badan gue yang keliatan dari luar.
“Jukiiii....” Pen-Pen sudah di dalam. Setelah ngeliat orang yang dicarinya nggak ada, dia melangkah ke luar.
“Stttt...stttt....” Gue berdesis pelan. Moga-moga dia denger. Jaraknya sih cuma tiga meter dari gue. Ternyata Pen-Pen menoleh untuk mencari sumber suara.
Dengan kecepatan seekor puma berahi dan keanggunan seekor angsa, gue keluar dari tempat persembunyian.
“Baaaaaaaaa....” Gue nongolin kepala gue. Pen-Pen melonjak kaget. Terus dia balik badan ke depan. Gue pikir dia mo ngambil ancang-ancang buat ngacir. Tapi ternyata dia nengok lagi ke belakang. Dan... lompat lagi. Huahahahaha..... Sumpah lucu banget. Ada ya orang dikagetin bisa lompat dua kali. Bener-bener kayak kartun.
Gue bangun dan menghampiri dia. Terus gue tepok-tepok pundaknya yang terasa tegang. Gue, senyum puas. Dia, roh hampir ninggalin badan.

KANTOR CIGANJUR, akhir 2007
Pagi seperti biasa. Bawaannya males kerja. Ritual gue sesampai di kantor adalah langsung ke toilet. Kali ini mo ke toilet di ruang fotografi ah.
Abis pis, gue cuci tangan dan muka. Terus gue ngambil tissue buat ngelap-ngelap. Karena tong sampah tiba-tiba raib, gue pegang bekas tissuenya untuk dibuang di tempat lain. Pas keluar, gue ngedenger cekikikan anak-anak Gagas di ruangan sebelah. Gue ngintip. Yang terlihat pertama adalah muka tirus Pen-Pen yang lagi tergelak di kubikelnya.
Dasar emang bawaan orok yang nggak bisa liat orang senang, gue nyari akal supaya Pen-Pen diam. Ting!, tiba-tiba bohlam gue nyala. Tissue gue buntel erat di tangan. Gue ngambil ancang-ancang pitcher (itu lho, pelempar bola di permainan baseball). Otak gue sibuk mengalkulasi dan menganalisa. Jarak pelempar dan target? Sip. Kecepatan dan sudut lemparan? Pas banget.
Here we go....
Gue tarik tangan ke belakang terus gue ayun ke depan membentuk lingkaran.
BLETAKKK.
Gumpalan tissue basah mengenai dinding di belakang Pen-pen, lalu memantul ke sisi kanannya. Gue beringsut mundur. Batu sudah dilempar. Giliran tangan yang sembunyi.Samar-samar terdengar suara Pen-Pen yang sibuk menginterogasi semua penghuni ruangan. Semenit. Dua menit. Kayaknya sih nggak ada yang ngaku soalnya dia masih nyerocos.
Ini saatnya untuk kabur. Gue dengan lihai keluar ruangan fotografi, terus langsung belok dan jalan cepat ke kubikel gue. Keributan di ruangan Gagas, I don’t wanna know.
Ternyata berita Pen-Pen ditimpuk tissue basah merebak cepat (iya lah, secara tuh anak bawel). Lagi-lagi setan yang dituduh pelakunya. Sekarang lantai atas riuh rendah dengan gosip. Sebagian dengan bijak menganjurkan agar mawas diri. Lainnya mendengar sambil ketakutan. Lalu terungkitlah cerita menyeramkan lainnya yang pernah terjadi di kantor tercinta ini.
Hanya ada satu orang yang terus bekerja. Seakan tidak terpengaruh oleh kehebohan di sekelilingnya. Tapi, bagaimana mungkin mo konsen kerja kalo sambil nahan tawa. Wakakakakak......
Siangnya, gue samperin Pen-Pen. Dia langsung curhat betapa seramnya ruangan Gagas. Betapa dia ingin dipindahin aja ke ruangan lain. Ekspresinya hampir nyaingin Sarah Michelle Gellar di Scream. Badannya mengkeret.
Gue jadi nggak tega. Akhirnya gue berlutut di hadapannya. Terus bilang “Maaf ya, Pen.” Dasar editor yang quick thinking, dia langsung nuduh gue yang nimpuk dia tadi pagi. Gue tersenyum paling maniez, dan ngaku. Pen-Pen memandang gue. Dan dari tatapan matanya, gue tau dia mo maafin.

So, that’s all my confession. Yang masih bergelayut di pikiran gue, sampai kapan Pen-Pen akan mengalami tragedi ini :)
I’m sorry, Sis....

No comments: